Ini tugas kelompok yang gue kumpulin buat tugas bahasa Indonesia. Waktu itu disuruh bikin makalah dari biografi orang terus disampaikan dalam bentuk diskusi. Karena ada temen gue yang seneng banget sama Yohanes Surya, jadilah kelompok gue ngebahas tentang dia. Yang gue kumpulin jelas bentuknya nggak begini. Yang ini udah gue atur biar lebih enak dibaca. Semoga bermanfaat :D take out with full credits okay!
-------------------------------------------------------------------------------------------------
MENELADANI YOHANES SURYA DALAM MENGHARUMKAN NAMA INDONESIA LEWAT TOFI
- YOHANES SURYA SANG PERINTIS
Masa Sekolah Yohanes Surya
Yohanes Surya lahir di Jakarta, 6 November 1963. Ia berasal dari keluarga yang hanya memiliki sebuah warung kecil di daerah Klenter, Jakarta Timur. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SD Pulogadung Petang II Jakarta Timur, kemudian melanjutkan sekolahnya ke SMPN 90 Jakarta dan SMAN 12 Jakarta.
Karena bukan berasal dari keluarga yang berada, Yohanes Surya sempat berpikir untuk tidak meneruskan pendidikannya ke tingkat universitas. Beruntung kemudian ia mendapatkan beasiswa dari Yayasan Supersemar sehingga bisa kuliah di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Setelah lulus pada tahun 1986, Yohanes Surya menjadi guru Fisika di SMAK 1 BPK Penabur Jakarta.
Dua tahun kemudian, ia kembali mendapatkan beasiswa untuk meneruskan kuliahnya di Physics Department College of William and Mary, Amerika Serikat. Ia menyelesaikan program masternya pada 1990 dan mendapat gelar M.Sc. Tahun 1994, ia menyelesaikan program doktoralnya pada jurusan yang sama dan mendapat gelar Ph.D dengan predikat summa cum laude karena GPA-nya mencapai 4,00.
Kembali ke Indonesia
Tahun 1992, Yohanes Surya yang waktu itu masih menjadi mahasiswa tingkat doktoral di College of William and Mary tertarik melihat pengumuman tentang akan diadakannya Olimpiade Fisika Internasional (IPhO) di kampusnya. Yohanes Surya mengajak rekannya, Agus Ananda, membentuk Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) untuk mengikuti IPhO. Mereka segera mengontak Universitas Indonesia untuk memilih lima siswa terbaik. Namun mereka menghadapi dua masalah: perizinan untuk ikut IPhO dan biaya untuk pelatihan serta keberangkatan para peserta Indonesia ke AS. Dalam IPhO, sebuah negara dapat berpartisipasi jika pernah menjadi observer minimal dua kali, atau tuan rumah bersedia mengundangnya secara khusus. Yohanes telah menghadap ketua panitia pelaksana IPhO untuk meminta izin, namun hingga dua bulan menjelang olimpiade, panitia masih belum memberikan keputusan.
Akhirnya, di awal Mei 1993, Yohanes nekat mengundang lima siswa SMA hasil seleksi Fakultas MIPA UI (Oki Gunawan SMAN 78 Jakarta, Jemmy Widjaja SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, Yanto Suryono SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, Nikodemus Barli SMAN 5 Surabaya, dan Endi Sukma Dewata SMAN 2 Kediri) datang ke AS untuk dilatih. Mereka datang tanpa tahu bahwa mereka belum mendapat izin bertanding. Dengan meninggalkan Indonesia selama dua bulan, otomatis mereka telah melepaskan kesempatan untuk mengikuti seleksi universitas. Masalah biaya diselesaikan dengan sumbangan dari para mahasiswa Indonesia di mancanegara, Intan Pariwara (yang menerbitkan buku-buku Fisika karangan Yohanes Surya), dan patungan dari orang tua murid. Melihat tekad dan semangat Yohanes Surya serta para siswa didikannya, panitia tersentuh dan akhirnya mengizinkan tim Indonesia bertanding dalam IPhO ke-24 yang berlangsung pada Juli 1993 dan diikuti oleh 41 negara tersebut. Hasilnya, Oki Gunawan berhasil menyabet medali perunggu pertama untuk Indonesia.
Tahun 1994 akhir, Yohanes Surya memutuskan pulang ke Indonesia untuk mempersiapkan tim Olimpiade Fisika Indonesia. Padahal, saat itu ia sudah memiliki greencard untuk tinggal dan bekerja di Amerika Serikat. Ia juga telah menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia, Amerika Serikat. Rencana kepulangannya pun sempat ditentang oleh keluarga. Ada dua hal yang membuatnya berkeras untuk kembali ke Indonesia: ia ingin Indonesia menjadi juara dunia Fisika dan menyebarluaskan pembelajaran Fisika yang asyik, mudah, dan menyenangkan. Tujuan akhirnya, tidak lain untuk memajukan bangsa Indonesia melalui dunia pendidikan.
Ketika sampai di Indonesia, Yohanes Surya sulit mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi biaya hidupnya. Setelah sempat tidak diterima di beberapa tempat, akhirnya ia mendapatkan pekerjaannya kembali sebagai penulis buku Fisika di Intan Pariwara. Hal itu ia lakukan sambil tetap memimpin dan membimbing tim TOFI.
Perjalanan TOFI
Pada tahun 1995, Yohanes Surya memrakarsai pendirian Yayasan TOFI. Lewat yayasan ini, pelatihan TOFI bergulir dengan lebih baik. Dalam Olimpiade Fisika ke-26 di Australia tahun 1995, TOFI (atas nama Teguh Budimulia dari SMAK 1 BPK Penabur Jakarta) berhasil mempersembahkan medali perak pertama untuk Indonesia.
Lewat perjuangan tanpa kenal lelah, prestasi TOFI kian lama kian membaik. Tahun 1999 giliran Made Agus Wirawan mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia. Tahun 2006, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia menjadi juara dunia Olimpiade Fisika Internasional. Jonathan Pradana Mailoa (SMAK 1 BPK Penabur Jakarta) meraih gelar absolute winner. Ia menjadi peringkat 1 dari 386 peserta dari 85 negara pada International Physics Olympiad (IPhO) XXXVII di Singapura.
Gelar absolute winner ini menjadi buah manis perjuangan Yohanes Surya dan kawan-kawannya serta tim TOFI selama bertahun-tahun. Kerja keras dan ketekunan yang acap kali ditunjukkan Yohanes pada anak didiknya terbukti mengantarkan mereka meraih kesuksesan. Tanpa usaha yang sungguh-sungguh, mustahil tim TOFI mampu mendapatkan hasil spektakuler seperti itu.
MESTAKUNG
Yohanes Surya juga dikenal sebagai pencetus istilah MESTAKUNG. Ia menjelaskan MESTAKUNG dengan ilustrasi sebagai berikut.
Apa yang terjadi ketika air dipanaskan pada tekanan sekitar 218 kali tekanan udara normal? Pada kondisi ini ketika suhu air mencapai 374oC, terjadi keanehan. Air berada pada kondisi kritis, yaitu air berada dalam dua wujud cair dan gas secara bersamaan. Pada kondisi kritis ini ketika suhu air diturunkan sedikit saja, terjadilah pengaturan diri dalam molekul air. Seluruh molekul air (tidak hanya satu, tetapi semua molekul) mengatur dirinya secara serentak mengubah wujud air menjadi cair, mereka tidak lagi berada pada kondisi kritis..
Di sini kita lihat molekul‐molekul air bekerja bersama‐sama mengubah air menjadi wujud cair. Jika hanya satu molekul saja yang bekerja, peristiwa perubahan wujud ini tidak akan terjadi. Kondisi kritis telah mendorong semua molekul untuk mengatur dirinya lalu mengubah air menjadi uap air. Saya namakan proses pengaturan diri secara bersama‐sama ini dengan istilah MESTAKUNG, yang merupakan singkatan dari seMESTA menduKUNG. Disini kita bayangkan semesta (dalam hal ini seluruh molekul air dan lingkungannya) bekerja bersama‐sama pada kondisi kritis menghasilkan suatu perubahan yang tidak terduga.
Dalam pelatihan TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia), menjelang keberangkatan ke Singapura untuk mengikuti kejuaraan dunia Fisika, pikiran para peserta training senantiasa kami tempatkan pada kondisi kritis untuk membuat pilihan. Kami sering katakan bahwa mereka ini saat ini berada titik point of no return. Hanya satu hal yang mereka harus lakukan yaitu belajar keras dan kejar medali emas. Kalau mereka berhasil, masa depan mereka akan penuh harapan, tapi kalau gagal, usaha mereka selama ini akan sia‐sia. Dorongan ini sangat memacu mereka untuk belajar dan belajar. Juga kami ingatkan bahwa untuk jadi juara di Singapura adalah suatu kebanggaan luar biasa. Ini adalah olimpiade terbesar sepanjang sejarah. Ini juga menjadi pendorong mereka untuk berusaha keras. Ketika mereka sudah berada pada kondisi kritis, mereka belajar tanpa paksaan, dan ajaibnya lingkungan mendukung. Terjadi mestakung. Andika peraih emas tahun 2005 secara full‐time membantu mentraining siswa‐siswa kita. Dukungan juga mengalir dari berbagai pihak untuk membantu terselenggaranya program training ini. Seorang motivator datang untuk ikut memotivasi tim kita dan banyak lagi. Mestakung benar‐benar terlihat. Dan akhirnya tim Indonesia meraih 4 medali emas dan 1 perak sekaligus merebut gelar The absolute winner, menjadi juara dunia.
Nah sekarang bagaimana kalau kita mau sukses? Betul… tempatkan diri kita pada kondisi kritis yaitu dengan membuat sasaran setinggi mungkin dan bertindak sedini mungkin untuk mencapai sasaran itu. Nanti mestakung akan terjadi dalam diri kita dan lingkungan sekeliling kita membuat kita mampu mencapai sasaran yang tinggi itu.
Agar MESTAKUNG dapat bekerja, kita harus melewati 3 tahapan yang disebut Yohanes Surya sebagai Hukum KRILANGKUN+: KRItis, LANgkah, dan TeKUN.
Hukum Kritis menyatakan bahwa pada setiap kondisi kritis ada jalan keluar. Jadi, ketika kita berada dalam kondisi kritis, kita harus bersyukur karena kita tahu bahwa pasti ada jalan keluar dari kondisi kritis. Untuk mencapai kesuksesan, kita harus menempatkan diri pada kondisi kritis dan keluar dari zona kenyamanan kita. Caranya dapat dilakukan dengan bermimpi sesuatu yang besar, yang jika tidak bisa kita dapatkan kita akan malu besar.
Hukum Langkah menyatakan bahwa ketika seseorang melangkah, ia akan melihat jalan keluar. Ketika sudah berada pada kondisi kritis, kita harus melangkah. Jika tidak, kita akan binasa oleh kondisi kritis itu. Mestakung tidak akan bekerja ketika kita diam saja. Kita harus melangkah walaupun langkah itu kecil. Melangkah bisa dilakukan dengan membuat strategi, mensharingkan ide pada sebanyak mungkin orang, bergerak menuju sasaran ataupun mengajak teman untuk bersama-sama melewati kondisi kritis ini.
Hukum Tekun menyatakan ketika seorang tekun melangkah, ia akan mengalami mestakung. Ketika kita melangkah, di tengah jalan kita akan melihat ombak dan merasakan terpaan angin. Jangan takut. Kita harus terus melangkah dengan tekun. Ketika kita tekun melangkah itulah Mestakung akan bekerja habis-habisan untuk kita. Ketekunan dan konsistensi kita dalam melangkah akan merangsang mestakung sehingga apa pun yang menjadi tujuan kita, akan kita peroleh. Tekun dan maju terus sampai garis finish, jangan berhenti atau menyerah di tengah jalan. Kita harus melupakan apa yang dibelakang kita yang menghambat kita, dan menujukan pikiran dan langkah kita pada apa yang ada di depan kita. Maju dan maju terus.
- MENELADANI YOHANES SURYA
Rasa Cinta terhadap Tanah Air
Rasa cintanya yang tinggi terhadap Indonesialah yang akhirnya membawa Yohanes Surya kembali pulang untuk mengabdi pada dunia Fisika Indonesia. Padahal saat itu ia sudah memiliki greencard dan sudah bekerja sebagai Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia, Amerika Serikat. Bisa dibilang kehidupannya di Amerika Serikat sudah terjamin.
Sebagai warga negara Indonesia, kita harus mencintai negara kita dan menunjukkan rasa cinta tersebut. Yohanes Surya menunjukkannya dengan berani mengorbankan kepentingan sendiri demi usaha mencerdaskan anak bangsa melalui Fisika. Kita pun tidak boleh kalah dan harus ikut berusaha memajukan kehidupan bangsa sesuai dengan bakat dan kemampuan kita.
Ketekunan dan Kerja Keras
Memiliki bakat atau kemampuan otak yang pintar belum cukup jika tidak disertai ketekunan dan kerja keras. Yohanes Surya bisa terus mendapatkan beasiswa dalam setiap jenjang pendidikannya di universitas. Ia juga mendapatkan berbagai penghargaan dan menjadi chairman dalam berbagai organisasi sains baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal itu tentu saja tidak dapat diperoleh tanpa ketekunan dan kerja keras.
Ketekunan dan kerja keras yang ditunjukkan Yohanes Surya di hadapan anak didiknya mampu menginspirasi dan memacu semangat mereka untuk melakukan hal serupa. Hasilnya, prestasi yang ditunjukkan tim TOFI semakin hari semakin membanggakan.
Dengan ketekunan dan kerja keras, apapun yang kita lakukan pasti akan menghasilkan hasil yang maksimal. Hal itu tidak hanya telah dibuktikan oleh Yohanes Surya dan tim TOFi, tapi juga oleh banyak orang di luar sana.
Tekad yang Kuat
Meski berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, Yohanes Surya tidak menyerah begitu saja pada kenyataan. Ia berusaha mencari beasiswa untuk membiayai kuliahnya. Dibarengi ketekunan dan kerja keras, ia akhirnya bahkan mampu meraih gelar Ph.D di Amerika Serikat.
Tekadnya yang kuat pula yang mengantarkan tim TOFI bisa mengikuti IPhO ke-24 di College of William and Mary dan meraih medali perunggu. Tekad Yohanes Surya untuk menjadikan Indonesia sebagai juara dunia Fisika pun ternyata bukan sesuatu yang tidak mungkin dicapai.
Setiap orang harus memiliki tekad yang kuat. Tekad yang kuat berfungsi sebagai sasaran yang ingin dicapai sekaligus semangat yang menjaga langkah kita dalam mencapai sasaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Prof. Yohanes. 2006. MESTAKUNG: Rahasia Sukses Juara Dunia Olimpiade. Jakarta: Bentang.
Tanpa nama. 2007. "Curiculum Vitae Yohanes Surya, Ph.D". [Online]. Tersedia: http://www.nukilan.com/2007/04/04/curriculum-vitae-yohanes-surya-phd.htm. [15 Agustus 2009]
Tanpa nama. 2009. "Yohanes Surya". [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Yohanes_Surya. [15 Agustus 2009]