Sama kayak liburan-liburan lain, di liburan terpanjang dalam sejarah hidup gue ini gue juga nonton DVD. Karena sekarang bajakan ada yang canggih, semua episode dalam satu disc [bahasa abang-abangnya: compilation], gue jadi beli banyak film & drama deh :D Yah, walaupun banyak adegan yang dipotong dan kualitas gambarnya sering menyedihkan, tapi lumayanlah, jalan cerita dan pesannya masih bisa ditangkep.
Awal-awal liburan waktu baru lepas dari Ujian Praktek dan kawan-kawannya, gue milih nonton produk Jepang dibanding Korea. Soalnya gue lagi males nonton drama yang mempermainkan emosi, banjir kegombalan, dan penuh air mata. Pengen nonton drama yang ide ceritanya unik. Yah, walaupun seret adegan romantis juga nggak apa-apa deh, yang penting as the substitution dia bisa memancarkan semangat dan perasaan full of fire. Tapi setelah beberapa saat, tentu gue nonton produk Korea juga [faktor utama: DVD dramanya para anggota boyband udah keluar].
Acara nonton kali ini bukan asal nonton trus terhibur aja. Banyak hal-hal yang gue catet [dalam kepala] tentang teknik penceritaan dan detil-detil kecil yang remeh tapi krusial. Gue juga belajar memahami apa yang ada di kepala sutradara dan penulis skenario waktu mereka bikin suatu adegan. Kenapa ceritanya berkembangnya jadi begini bukan begitu; kenapa tokoh ini justru bereaksi kayak gini terhadap masalah itu; kenapa musik latarnya harus dikecilin pada detik sekian, trus digedein lagi di detik selanjutnya; kenapa endingnya cuma begitu doang, masalah tokoh utama yang satunya tetep dibiarin nggak selesai. Setelah nonton dengan cara begitu, gue jadi makin sadar betapa bikin cerita [atau drama] itu nggak cuma gitu aja langsung jadi. Banyak aspek yang harus dipikirin supaya rangkaiannya bagus. Dan betapa kemampuan gue masih jauh dari amatir huhuhu -,-
Sebenernya banyak juga pelajaran moral yang bisa dipetik dari drama kalo kita nonton dengan cara begitu [dan kalo nggak terlalu terseplona sama tampang guanteng tokoh utamanya *penyakit kalo nonton produk Korea*]. Yak, mari kita list beberapa yang masih gue inget *nontonnya udah rada lama soalnya hihihi*
- Gokusen 1, 2, 3, & The Movie
Main pointnya sih don't judge a book by its cover *weleh, peribahasa banget* Murid yang bengal, [kelihatannya] berandal, tukang berantem, remed mulu [yah, kalo Jepang kelas D, kalo Taiwan kelas F, di Indonesia kelas 'jalur khusus' dah], dan tukang ngelanggar peraturan nggak selalu adalah bandit dan akan berakhir jadi sampah masyarakat. Mereka cuma perlu dibimbing balik ke jalan yang benar oleh orang yang nggak mandang sebelah mata dan nggak su'uzhan sama mereka, orang yang menghormati mereka sebagai manusia. Murid yang secara akademis pencapaiannya sangat memuaskan belum tentu adalah orang baik. Nggak menutup kemungkinan kadang murid-murid yang ditasbihkan sebagai murid pandai itu justru kelakuannya terhadap orang atau makhluk lain amat sangat minus. Pesan ini menghunjam gue dalam-dalam. Soalnya selama ini gue termasuk orang yang meng-underestimate-kan segolongan murid di sekolah yang bisa dikategorikan masuk ke kelas D. Sungguh, memandang mereka sebagaimana Yankumi memandang murid-murid kelas 3D-nya itu susah.
Hal lain yang bisa dipetik dari Gokusen adalah kita harus menjalani hidup with dignity and pride. Karena kalo kita [anggaplah] berada dalam posisi orang-orang seperti murid 3D, apalagi yang tersisa dari hidup kita selain itu? Di samping itu, Gokusen juga bicara mengenai definisi teman dan kesetiakawanan.
Yang paling menyenangkan, di Gokusen tokoh Yankumi bener-bener digambarin sebagai guru yang nyentrik tapi membuat kita berpikir, 'Hey, seperti itulah seorang guru seharusnya bertindak!' Dia memperjuangkan murid-muridnya sampai akhir, dia mempercayai murid-muridnya yang bengal, dan dia tidak pernah menyerah atas mereka, meskipun mereka menyeretnya pada kekacauan yang tak putus-putus.Yankumi benar-benar mewakili gambaran guru impian yang nggak pernah gue dapatkan sepanjang 12 tahun berstatus siswa.
- Zettai Kareshi (Absoulte Boyfriend) & SP
Salah satu drama yang ide ceritanya sangat khas Jepang banget: mempertentangkan benar-tidak secara cukup ekstrim, dan pada akhirnya memenangkan sisi benar karena biar bagaimana pun, yang benar harus menang. Pesan utamanya, betapapun hebatnya manusia menciptakan teknologi, ada daerah-daerah tertentu yang mutlak kekuasaan Tuhan dan tidak bisa diganggu gugat. Pesan nomer dua, sesempurna apapun robot, dia tetep aja robot, bukan manusia. Dia nggak bisa berubah jadi manusia karena perinya Pinokio itu cuma ada di negeri dongeng doang. Nomer tiga, jangan pernah bermain-main dengan perasaan, baik punya diri sendiri apalagi punya orang lain.
Kayak produk-produk Jepang lainnya, adegan romantis di Zettai Kareshi juga dikit banget dan nggak bisa dibilang romantis-romantis amat [tapi masih jauh mendingan dibanding Gokusen]. Gue juga yakin drama ini nggak akan dibikin versi Korea apalagi Taiwannya :D
- My Boss My Hero
Film ini yakuza-nya lebih kental dari Gokusen, tapi juga lebih konyol hihihi :D Tobat dah, gimana bisa sih ada yakuza sepayah itu kemampuan akademisnya? Walaupun begitu, dari sini kita jadi ngerti bahwa betapapun menyebalkan dan menyusahkannya Matematika, kita tetep perlu dia di kehidupan selepas sekolah kelak. Juga sesebel apapun kita sama sekolah kita, bersyukurlah bahwa kita masih bisa sekolah. Banyak orang yang pengen sekolah tapi nggak bisa [bahkan meski punya duit buat bayar segala macem bayaran]. Di drama ini juga dikasih liat bahwa orang yang bohong walaupun nggak bermaksud jahat dan nggak ngerugiin orang lain tetep aja hidupnya nggak tenang.
- Jumunjin
Film layar lebarnya Kim Kibum [kayaknya sih yang bikin dia nggak ikut di Sorry, Sorry]. Hmm yah tipikal film Korea dah, ada adegan *ehm*nya juga di penghujung film. Yang gue pelajari dari Jumunjin, kalo kehilangan cinta, jangan ikut-ikut kehilangan akal sehat. Meski orang yang kita cintai mati, tapi kitanya sendiri kan masih punya hidup yang harus dilanjutin. Yah, walaupun pasti sakit banget sih, tapi kan kita juga nggak mungkin nyemplung ke laut ato berdiri di tengah jalan minta ditabrak bus supaya bisa nyusul orang yang kita cintai itu [mending kalo destinasi akhirnya nanti jadi sama-sama surga, kalo kagak?]
- Personal Taste
Oh My God-Oh My God dulu dah, soalnya Akang Minho ganteng buanget di sini ;D tapi Akang Seulong parah, jangankan aura Mr Falsetto, yang ada malah imej DEG dibawa-bawa zzzz -,- Sayang banget Yoon Eunhye cuma jadi special appearance doang, padahal kalo dia yang jadi tokoh utama ceweknya, pasti ketenaran drama ini bakal berlipat ganda [terutama di Indonesia]. Oh ya, katanya Kim Namgil si Bidam-nya Queen Seondeok juga jadi cameo orang baca koran sambil ngerokok di luar cafe, tapi gue lupa episode berapa, yang jelas belasan dah.
Apa yang gue dapatkan dari Personal Taste selain drolling over Minho? Satu, jangan pernah berpikir apalagi mencoba memplagiat karya orang. Dua, kalo jadi orang yang terlalu baik sampe kelewatan nggak ngeh lagi dikadalin sama orang, hidupnya bakal ribet. Tiga, kalo mau meraih kesuksesan, tempuhlah jalan-jalan yang baik, jangan tergoda untuk mencoba jalan-jalan miring. Bakal susah ngelurusinnya nanti.
- Autumn Concerto
Nontonnya rada kepaksa juga sih, karena cuma ngikut nonton aja. Abisnya lagi nggak selera liat produk Taiwan -,- Di sini digambarin, walaupun kita melakukan sesuatu demi kebaikan orang lain, belum tentu orang itu akan menerima perbuatan kita. Jadi intinya kalo jadi orang baik harus sabar (?) Well, gue gak terlalu bisa nangkep pesan drama ini -,-
- Heading to the Ground (No Limit)
Lucu, gue udah punya dari tahun lalu tapi cuma nonton episode 1 doang, itu juga nggak sampe abis. Gue baru tertarik nonton setelah ditayangin di TV. Entah, tapi rasanya episode pertamanya emang nggak menarik dan rada ngebingungin, soalnya di awal ada adegan Papa Yunho nyemplung ke sungai yang lanjutannya baru ada di episode 5. Selain itu, faktor utama yang bikin gue gave up nonton dulu adalah ekspresi dan suara Papa yang [agak] lebay. Di TV kan didubbing, jadi rada mending lah. Itu juga gue masih belom rajin ngikutin. Begitu gue liat preview episode 5 yang nunjukin Papa amnesia dan terdampar di RSJ, baru deh gue maraton nyelesein nonton drama pertama Papa yang *ehm* jeblok ratingnya di Korea.
Setelah gue nonton sampai habis, menurut gue Heading to the Ground nggak jelek-jelek amat ceritanya. Plotnya rasional aja tuh. Tapi yah, emang biasa aja sih. Nothing spectacular nor special *kasian Papaaaa :'((* Walaupun begitu, gue jadi belajar bahwa ada saat di mana kita sampai pada titik akan menyerah atas impian kita yang telah kita perjuangkan setengah mati. Di saat seperti itu, akan sangat menyenangkan jika ada seseorang yang tetap menyemangati dan menyeret [mendorong] kita untuk kembali berlari mengejar impian kita.
- Hanayori Dango, Returns & Final
Nonton lagi untuk yang ke-sejuta kali :D Versi Jepang ini adalah drama paling ampuh untuk membangkitkan semangat berjuang, terutama yang season 1. Dari semua versi yang ada, versi ini yang paling berhasil menggambarkan keteguhan, keuletan, dan kekuatan zassho ni Tsukushi. Energinya terpancar jelas, berasaaa banget.
Oke, apa pesannya? Satu, jangan menyerah. Tsukushi-chan aja bisa bikin jungkir balik si Tsukasa nan sableng dan bikin KO mpok Kaede. Dua, jangan berjuang sendirian kalo punya temen yang bisa diandelin. Minta tolong ke orang nggak bikin kita jadi orang lemah. Tiga, kalo jadi anak orang kaya, jangan cuma sekedar jadi anak orang kaya doang. Tunjukin kemampuan lo. Lo harus sanggup ngelakuin hal-hal yang sama extra ordinary-nya kayak status lo itu. Empat, cewek yang jago bela diri ato berantem itu cool :D
Oh ya satu lagi. Kalo mau bikin drama, detil sekecil apapun penting banget. Misalnya aja, kalo mau gambarin orang-yang-luar-binasa-kaya-raya, cukup kasih liat dia bayar taksi pake credit card warna hitam [yang nggak punya limit, satu-satunya kartu kredit yang terbuat dari LOGAM, dan cuma ada sedikit banget pemegangnya di dunia nyata].
- The 4th Period Detective
Entah dah judul benernya apa. Ini filmnya Yang Seungho *Kim Chunchu-nya Queen Seondok* dan harusnya Kim Bum sama Kim Soeun juga ikutan, tapi gak jadi. Beli karena penasaran gimana kalo Korea bikin detektif-detektifan. Yah, ternyata tetap saja produk Korea.
Pesan film ini nggak jauh-jauh dari film detektif lain: Setiap peristiwa tidak selalu terjadi seperti apa yang kelihatannya telah terjadi. Yang namanya kasus misteri itu nggak pernah semudah itu langsung selesai, pasti selalu ada apa-apanya.
- Mei-chan no Shitsuji
Nomer satu: orang Jepang memang fantasinya ampun-ampunan dah! Bayangin aja, masa ada sekolah kalangan super-elit khusus perempuan di mana semua muridnya selalu diikutin sama *minimal* satu orang butler cowok! Drama ini lebih buat hiburan doang, kalo mau maksa nyari pesannya, well... Gue nggak nangkep pesen apa-apa hahahaha :D
- Oh! My Lady
Drama pertama di mana Siwon jadi leading role. Klise, dan yah, nasibnya hampir kayak HTTG, tapi masih ketolong thanks to absnya Mas Siwon yang rajin muncul di episode-episode awal. Apa yang bisa dipetik? Satu, wahai para cowok, jangan suka menebar benih di mana-mana, ntar kelabakan kalo tiba-tiba buahnya muncul. Dua, wahai para cewek, pastikanlah Anda memiliki keterampilan dan kualifikasi yang bagus supaya kalo terjadi apa-apa sama pernikahan Anda [cerai atau suaminya meninggal gitu], Anda masih bisa menghasilkan uang untuk bertahan hidup. Tiga, Mas Siwon masih benar-benar harus lebih mengasah aktingnya :D
Well, 11 dulu dah, lainnya lanjut di postingan lain :D