MABIM sudah selesai, dengan
tiadanya kenangan indah karena the Queen tidak hadir sama sekali berhubung Ibundanya meninggal di hari pertama Lebaran *turut berduka cita yang sedalam-dalamnya, Kak :'/* Kestari juga kerjanya
lumayan keras karena banyak sekali yang harus direkap (reguler paralel dicampur kan) dan harus mulai nyusun LPJ. Trus saya juga nggak kedapetan nonton persembahan Acara, videonya HPD, dan persembahan Disiplin. Dan tidak ada
recharge dari the Queen.
Good. Mari lupakan MABIM.
Seminggu awal masuk saya harus bolak-balik ke JIKS tiga kali. Kamis untuk gladi resik Korean Day, Jumat untuk acara Korean Day-nya, dan Minggu untuk tes 한국어능력시험 a.k.a Test of Proficiency in Korean a.k.a TOPIK. Bergaul dengan para orang Korea untuk beberapa waktu, dengan
segala lika-likunya... Hahahaha. Satu note saya tentang fakta
lucu di JIKS: anak SMP-nya mungil-mungil sedangkan anak SMA-nya menjulang kayak tiang listrik. Saya dan teman-teman saya yang notabene sudah
kelas 14 alias kuliah tingkat 2 kelihatan seperti anak kelas 9 atau kelas 10. Oke. Sampai di sini saja pembicaraan mengenai tinggi badan.
Hal menyebalkan yang menyangkut judul posting saya kali ini...
Well, semuanya dimulai gara-gara seorang teman yang mengajak saya chat kemarin sore dan baru berakhir jam 12 malam. Padahal harusnya saya belajar buat TOPIK -,- *untung masih 초급 --
beginner* Dia curhat tentang banyak hal (yang menyangkut seorang penyandang kromosom XX yang adalah teman-bangetnya saya). Dari curhatan panjang dan nggak habis-habisnya itu, pandangan saya terhadap si pelaku curhat ini berubah cukup drastis. Rupanya dia nggak seperti apa yang saya sangka. Dia memang orangnya susah dibaca, susah ditebak, susah dipahami, intinya, dia bukan orang yang mudah diajak bergaul. Padahal dia sopan banget lho, tapi dia termasuk orang yang banyak antis-nya (ya ampun, macem
idol aja). Selain itu, si pelaku curhat ini juga punya predikat
playboy cap gajah (meskipun saya tidak pernah mendapati sendiri secara langsung bukti bahwa ia adalah
playboy).
Ia cerita banyak tentang kegalauan-kegalauannya, bagaimana ia mengekspresikan salah tingkahnya,
which surprisingly mirip banget sama yang pernah saya alami beberapa saat lalu. Setelah puas mencurahkan kegalauannya, justru saya jadi ketularan galau. Gantianlah saya yang curhat,
mostly cerita tentang suatu periode dalam hidup saya dimana ada banyak kisah dengan teman dekatnya si pelaku curhat ini.
Mengorek-ngorek memori tentang periode itu membuat ketularan saya semakin menjadi-jadi --apalagi ditambah tugas 쓰기-nya Bu Im yang abstrak dan meresahkan jiwa, plus ada jam Munhaksa besok-- bukti nyatanya, postingan blog ini. Anda yang membaca pasti merasakan kalau posting ini sangat tidak terstruktur dan kacau balau. Begitulah adanya kepala saya sekarang.
Apakah saya ingin kembali ke periode itu?
Tidak. Saya cukup yakin dengan jawaban saya tersebut.
Periode itu adalah
fling yang
menyenangkan untuk saya, dan di saat yang sama (menurut saya) melukai teman si pelaku curhat tersebut.
Saya tidak pernah berkesempatan mengucapkan maaf atas
kejahatan yang telah saya lakukan kepada orang itu (dan rasanya tidak mungkin diucapkan juga). Jadi hal terbaik yang saya bisa lakukan untuk dia adalah tidak menyakiti dia lagi. Itu berarti
stay like this. Jangan coba-coba balik lagi.
마지막은... Sepertinya
fling saya pindah ke tempat lain.
Yang paling saya takutkan, kalau
fling-nya pindah ke
tempat itu...