Thursday, March 3, 2011

Lean on Me

Aku mendorong pintu kamar sedikit.

Seperti yang sudah kuduga, Shiwon sedang bekerja di tempat tidur. Ia berkutat dengan laptop di pangkuannya. Beberapa kali ia membetulkan letak kacamatanya yang turun.

Aku memandanginya lekat.

Shiwon adalah orang yang luar biasa sibuk. Ia bekerja sepanjang hari dan masih harus melanjutkan pekerjaannya di rumah. Ia pergi ke kantor pagi-pagi setelah menurunkanku di kos Lolli-chan. Meskipun ia selalu tiba di rumah lebih dulu dariku, tetapi ia harus berjibaku dengan ganasnya jalan raya dan macet yang menguras tenaga. Pekerjaannya memang hanya di dalam ruangan saja dan tampak tidak membutuhkan banyak tenaga, tetapi aku tahu ia harus memutar otak lebih keras dari orang-orang lain di kantornya.

Dengan semua keadaan itu, Shiwon masih bisa tersenyum setiap kali aku memanggilnya. Ia berusaha untuk mendengar cerita dan keluhanku dengan penuh perhatian. Sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak menguap di hadapanku walaupun aku bisa dengan jelas melihat kelelahan tergambar di wajahnya. Jika ia benar-benar tidak kuat menahan kantuk, ia akan meminta maaf lalu membiarkanku melanjutkan cerita sementara ia tertidur di bahuku.

Dan lihatlah aku sekarang.

Shiwon tak pernah sekalipun mengeluh atas banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan atau betapa menyebalkan bos dan koleganya. Aku? Baru menghadapi orang-orang banyak tingkah itu saja aku sudah disorientasi. Baru menghadapi tugas beruntun dan keharusan berpartisipasi dalam sekian banyak kegiatan itu saja aku sudah patah arang. Baru menghadapi tekanan sebesar itu saja aku sudah sangat ingin kembali ke zona nyamanku.

Aku memandangi Shiwon dengan nanar. Perasaanku campur aduk.

Shiwon berhenti menatap layar laptopnya dan menoleh kepadaku. Secara otomatis ia mengembangkan senyum lembutnya.

Aku tidak bisa lagi menahan emosiku. Mataku mulai berkabut.

Shiwon meletakkan laptopnya di nightstand dan menyingkirkan berkas-berkasnya. Ia menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.

“Come here, my dear.”

Aku menghambur ke dekapan Shiwon. Napasku memburu seperti orang yang menangis, tetapi aku tidak menangis. Mataku hanya berkaca-kaca, tapi aku tidak menitikkan air mata.

Shiwon mengelus dan menepuk punggungku perlahan. Aku merasakan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku. Perlahan-lahan napasku menjadi teratur.

“You know, everything happens for a reason.”

Aku mengangguk-angguk.

“You know too that you can always come to lean on me.”

Aku mengangguk-angguk lagi. Kemejanya kusut karena anggukanku berulang-ulang.

Aku menghela napas panjang. Mataku mulai berair.

Mengapa aku harus takut kalah dan ingin melarikan diri? Padahal aku tidak akan pernah benar-benar terluka. Aku mungkin akan jatuh dan merasakan sakit, tetapi tidak akan lebih dari itu. Shiwon tidak akan pernah mengizinkan aku terluka. Pada akhirnya pun, aku harus selalu kembali padanya.

Jadi kenapa aku harus menyerah atas hal ini?

Shiwon menepuk-nepuk punggungku untuk meredakan isakan tanpa suaraku. Ia mengecup kepalaku.

“You know you have me.”

Aku mengangguk-angguk.

Thank God I have you.



-------------------------------------------------------
Try to guess what is Shiwon's relationship with the main character? ㅋㅋㅋ

No comments:

Post a Comment